Selasa, 24 Januari 2012

MENGANTISIPASI SERANGAN BAKTERI Aeromonas PADA IKAN PATIN DAN MANUSIA


1. Latar Belakang

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patindikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk membesarkan tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendah pun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini (Anonym, 2006).
Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Penyakit pada ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan noninfeksi.


Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibat adanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular, sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen. Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus.

Penyakit non-infeksi yang banyak ditemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit yaitu white spot (bintik putih) yang disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. (Anonym, 2006). Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar.

Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. (Anonym, 2006). Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri ternyata mudah menulari ikan lainnya, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan.

Tulisan ini mengupas lebih dalam tentang salah satu jenis bakteri yang menyerang ikan patin yaitu Aeromonas hydrophila, antara lain bentuk, sifat, dan karakteristik lainnya yang berhubungan dengan patogenesisnya pada ikan patin. Selain itu juga memberikan beberapa cara penanganan ikan yang terserang Aeromonas hydrophila.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi ilmiah tentang Aeromonas hydrophila pada ikan patin serta beberapa cara penanganan ikan yang terserang bakteri ini.

2. Karakteristik Umum Golongan Aeromonas

Aeromonas adalah jenis bakteri yang bersifat metropolitan, oksidasif, anaerobik fakultatif, dapat memfermentasi gula, gram negatif, tidak membentuk spora, bentuk akar, dan merupakan penghuni asli lingkungan perairan. Bakteri ini ditemukan di air payau, air tawar, muara, lautan, dan pada badan air yang terklorinasi maupun tidak terklorinasi, dengan jumlah terbanyak ditemukan pada musim hangat. Upaya isolasi aeromonas pada penyakit yang menyerang hewan berdarah panas dan berdarah dingin telah dilakukan lebih dari 100 tahun yang lalu, sedangkan isolasi dari manusia dilakukan sejak awal tahun 1950-an (Hayes, 2000).

3. Aeromonas hydrophila
Aeromonas hydrophila adalah bakteri berbentuk akar, motil, dengan diameter 0,3 – 1 ?m dan panjang 1 – 3,5 ?m, tanpa fase spora, biasanya tidak mempunyai kapsul, tumbuh optimum pada 28 oC tetapi dapat tumbuh pada suhu ekstrim (4 oC dan 37 oC). Sifatnya yang metropolitan di lingkungan perairan memungkinkan terjadinya kontak pada ikan dan amfibi, dan bahkan memasuki hewan tersebut. Kontak tersebut dapat menyebabkan infeksi tergantung pada spesiesnya dan tingkat virulennya (Floyd, 2002).

Aeromonas hydrophila telah ditemukan pada berbagai jenis ikan air tawar di seluruh dunia, dan adakalanya pada ikan laut. Terdapat pandangan yang berbeda tentang peran yang tepat dari Aeromonas hydrophila sebagai ikan patogen. Beberapa peneliti menetapkan bahwa organisme ini hanya sebagai penyerang sekunder pada inang yang lemah, sedang yang lain menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila adalah suatu patogen utama ikan air tawar (Hayes, 2000).

4. Serangan pada Ikan

A. hydrophila telah dihubungkan dengan beberapa penyakit pada ikan, termasuk busuk ekor, busuk sirip, dan haemorrahagic septicaemia. Haemorrahagic septicaemia ditandai oleh adanya luka kecil pada permukaan, sering mengarah pada pengelupasan sisik, pendarahan pada insang dan dubur, borok, bisul, exophthalmia (mata membengkak), dan pembengkakan perut. Pada bagian dalam, dimungkinkan adanya cairan ascitic di dalam rongga peritoneal, kekurangan darah merah, dan pembengkakan ginjal dan hati (Miyazaki dan Kage, 1985).


Agen etiologik dipindahkan secara horisontal (antar binatang selain dari induk dan keturunan) tetapi tidak secara vertikal (dari induk ke keturunan). Bakteri memperbanyak diri di dalam usus, menyebabkan suatu radang haemorrhagic mucuous-desquamative (pengeluaran lendir berlebihan). Metabolit beracun A. hydrophila diserap dari usus dan menginduksi keracunan. Pendarahan pada kapiler terjadi di permukaan sirip dan di submukosa perut. Sel hepatik dan epitel dari tubulus ginjal menunjukkan adanya degenerasi. Glomeruli dihancurkan dan jaringan menjadi berdarah, dengan eksudat dari serum dan fibrin (Miyazaki dan Jo, 1985).

Aeromonas menghasilkan banyak produk yang bersifat toksik bagi sel-sel lain. Beberapa dilepaskan dari sel aktif dalam bentuk terlarut, sedang yang lain tetap berasosiasi dengan permukaan sel, dan yang lainnya dilepaskan saat kematian sel. Tiga protein ekstraselular Aeromonas yang diketahui berkaitan dengan patogenitas telah dikloning, disekuen, dan dikarakterisasi secara biokimia. Protein tersebut yaitu aerolysin, GCAT (Glycerophospholipid Cholesterol Acyltransferase), dan serin protease (Rodriguez et al., 1992).

Penjangkitan penyakit biasanya berhubungan dengan perubahan kondisi lingkungan. Stres, overcrowding (populasinya padat), suhu tinggi, perubahan suhu secara mendadak, penanganan yang kasar, transfer ikan, rendahnya oksigen terlarut, rendahnya persediaan makanan, dan infeksi fungi atau parasit, berpengaruh pada perubahan fisiologis dan menambah kerentanan terhadap infeksi.

itic d0 1 l m �5� 0P� eritoneal, kekurangan darah merah, dan pembengkakan ginjal dan hati (Miyazaki dan Kage, 1985).

5. Serangan pada Manusia

Bakteraemia (bakteria di darah) adalah wujud patogenik paling umum Aeromonas pada manusia. Gejala ringan berupa demam dan kedinginan, tapi pada pasien yang sudah terinfeksi berat (infeksi bakteri yang berlebihan) sering menampakkan gejala sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.

Tidak seperti gastroenteritis, infeksi Aeromonas bisa bersifat fatal atau berakibat kelemahan yang serius, seperti amputasi. Luka akibat Aeromonas dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kerusakan yang disebabkan yaitu selulitis, mionekrosis, dan ecthyma gangrenosum. Selulitis, luka akibat infeksi Aeromonas yang paling sering ditemukan, merupakan radang akut jaringan subkutaneus yang dicirikan dengan kemerahan dan indurasi yang dapat timbul dari luka atau sebagai akibat sampingan dari sepsis (Musher, 1980). Mionekrosis dan ecthyma, jenis infeksi Aeromonas yang jarang terlihat, khas ditemukan pada pasien yang rentan terinfeksi. Mionekrosis atau luka yang mudah meningkat dicirikan dengan pencairan otot dengan penghitaman jaringan yang mungkin berkelemayuh dengan pembentukan gas. Pasien ini membutuhkan terapi antimikrobial dan pemulihan, pasien yang gagal merespon upaya tersebut dapat berakibat amputasi (Haburchak, 1996).

feF f n �5� 0P� arasit, berpengaruh pada perubahan fisiologis dan menambah kerentanan terhadap infeksi.

itic d0 1 l m �5� 0P� eritoneal, kekurangan darah merah, dan pembengkakan ginjal dan hati (Miyazaki dan Kage, 1985).

Jenis ketiga yaitu ecthyma gangrenous, adalah nekrosis pada kutaneus atau gangrenous pustule (nanah) yang terjadi akibat sampingan dari sepsis. Pada luka terdapat batas erythematous yang mengelilingi vesikula yang dapat meningkat menjadi nekrosis pada jaringan halus dalam 24 jam. Jenis infeksi ini biasanya bersifat fatal (Musher, 1980).

6. Kontrol dan Perawatan

Pencegahan dalam budidaya perairan dapat dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:

1. Hindari perpindahan ikan dari satu kolam ke kolam lain. Ikan secara bertahap membangun resistansi terhadap bakteri local tapi dapat membawa organisme virulen bila dipindahkan.
2. Sediakan kondisi lingkungan optimal, berikan perhatian khusus pada mempertahankan tingkat oksigen dan penanganan ikan yang hati-hati. Perawatan dengan menggunakan alat sangat menolong saat mensortir, penanganan atau pemindahan bibit ikan.
3. Sebisa mungkin hindari penggunaan antibiotik, meskipun antibiotik dan disinfektan seringkali terbukti ampuh digunakan dengan ditambahkan pada air sebanyak 2-4 ppm seperti acriflavin dan prophylactic (Warren, 1991). Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan resistensi pada patogen.
4. Sebagai pengganti antibiotik, gunakan vaksin yang bersifat spesifik Aeromonas, probiotik, atau bioaktif yang terbukti ampuh untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan.

e,# > 5 . �5� 0P� p>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ikutan nimbrung yuk...